Nantinya, skema hitung penyaluran dana BOS akan mempertimbangkan dua variabel.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menilai, skema hitungan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang menggunakan variabel indeks peserta didik atau melihat berdasarkan jumlah murid yang ada di suatu sekolah, belum memenuhi rasa keadilan dalam mewujudkan pembangunan sarana pendidikan.

"Sepertinya itu adil. Tetapi dalam kenyataannya di lapangan yang terjadi adalah sekolah yang jumlah muridnya kecil sarana dan kualitasnya sangat kecil. Itu akan merugikan sekolah di daerah yang tidak mampu, dan banyak dari jumlah sekolah itu kebanyakan di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan," kata Nadiem, saat Rapat Kerja bersama Komisi X DPR RI, yang disiarkan secara virtual, Rabu (23/9).

Pembagian dana BOS dengan skema hitung tersebut membatasi sekolah untuk mengelola bantuan tersebut. Hal itu ditengarai lantaran terbatasnya anggaran yang diberikan, akibat sedikitnya jumlah murid.

"Jadinya kalau pagu hanya pada jumlah anak yang ada di sekoah, itu akan merugikan sekolah di daerah yang lebih tidak mampu dan sekolah yang mempunyai murid sedikit. Kebalikannya juga sama, bagi sekolah yang memiliki jumlah murid besar, mereka bisa menikmati yang namanya economic of skill," katanya.

Oleh karena itu, Nadiem berencana mengubah skema hitung penyaluran dana BOS. Nantinya, skema hitung penyaluran dana BOS akan mempertimbangkan dua variabel.

Pertama, mengkonsiderasi Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) dari BPS. Kedua melalui Indeks Besaran Peserta Didik (IPD) atau indeks jumlah peserta didik per sekolah di suatu daerah.

"Kenapa menggunakan dua angka ini? Kami gunakan IKK karena itu suatu proxy untuk menentukan area ini sulit dicapai atau tidak. Jadi harga prasarana, harga mengirim barang ke daerah tertinggal itu memiliki IKK jauh lebih tinggi dari pada daerah yang punya akses, misalnya di Pulau Jawa. IPD adalah berapa besaran total peserya didik per sekolah di daerah tersebut," terang Nadiem.

Dana BOS 2021 juga akan ditambahkan dengan merealokasi sekitar Rp2,5 triliun yang bersumber dari dana BOS Afirmasi dan dana BOS Kinerja. Pengubahan mekanisme ini untuk membantu sekolah di daerah 3T yang sebagian besar memiliki jumlah murid sedikit.